Diet keto, sebuah metode yang menekankan pada konsumsi lemak tinggi dan karbohidrat rendah, memang sedang naik daun. Banyak yang tertarik karena klaimnya yang efektif dalam menurunkan berat badan. Namun, sebelum kamu ikut-ikutan tren ini, ada baiknya kita telaah dulu potensi risiko yang mungkin timbul.
Diet ini bekerja dengan cara membatasi asupan karbohidrat hingga sekitar 50 gram per hari. Akibatnya, tubuh akan memasuki kondisi ketosis, di mana ia mulai membakar lemak sebagai sumber energi utama, bukan lagi karbohidrat. Proses ini memang bisa membantu menurunkan berat badan, tapi juga bisa memicu berbagai efek samping.
Apa Saja Efek Samping Awal Diet Keto yang Perlu Diwaspadai?
Di awal diet keto, banyak orang mengalami apa yang disebut keto flu. Gejalanya mirip flu biasa, seperti sakit kepala, pusing, kelelahan, mual, dan sembelit. Ini terjadi karena tubuh sedang beradaptasi dengan perubahan sumber energi. Penting untuk tetap terhidrasi dan mengonsumsi makanan kaya elektrolit seperti natrium dan kalium untuk membantu tubuh beradaptasi.
Selain itu, diet keto juga bisa menyebabkan masalah pencernaan. Karena membatasi asupan karbohidrat, terutama dari buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, asupan serat juga ikut berkurang. Kurangnya serat ini bisa mengganggu keseimbangan bakteri baik di usus, yang penting untuk sistem imun dan kesehatan mental. Akibatnya, kamu mungkin mengalami sembelit atau masalah pencernaan lainnya.
Apakah Diet Keto Aman untuk Penderita Diabetes?
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet keto bisa membantu mengelola kadar gula darah pada penderita diabetes, ada juga risiko yang perlu diperhatikan. Penderita diabetes tipe 1, misalnya, berisiko mengalami hipoglikemia (gula darah rendah) jika mengonsumsi terlalu banyak insulin dan tidak cukup karbohidrat. Sebuah studi bahkan menemukan bahwa penderita diabetes tipe 1 yang menjalani diet keto selama lebih dari 2 tahun mengalami rata-rata satu kejadian gula darah rendah per hari.
Selain itu, diet keto juga bisa meningkatkan risiko masalah ginjal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diet ini dapat mengurangi jumlah sitrat yang dilepaskan dalam urin. Sitrat berfungsi mengikat kalsium dan mencegah pembentukan batu ginjal. Kadar sitrat yang rendah berarti risiko terkena batu ginjal meningkat. Terlebih lagi, asupan makanan hewani yang tinggi dalam diet keto bisa membuat darah dan urin menjadi lebih asam, yang juga dapat meningkatkan ekskresi kalsium dalam urin.
Bagaimana Cara Memastikan Diet Keto Tetap Sehat dan Aman?
Kualitas diet keto sangat bergantung pada jenis makanan yang kamu konsumsi. Pola makan yang kaya alpukat, kacang-kacangan, dan sayuran nontepung tentu lebih bergizi daripada yang didominasi daging olahan dan makanan keto instan. Pastikan kamu tetap mengonsumsi makanan keto yang kaya serat, seperti biji rami, biji chia, kelapa, brokoli, kembang kol, dan sayuran berdaun hijau.
Karena diet keto membatasi banyak sumber karbohidrat yang kaya nutrisi, kamu mungkin perlu mempertimbangkan untuk mengonsumsi suplemen. Beberapa ahli merekomendasikan suplemen seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium, omega-3, serat psyllium, serta vitamin B, C, dan E.
Penting juga untuk diingat bahwa diet keto tidak cocok untuk semua orang. Penderita penyakit ginjal kronis (CKD) sebaiknya menghindari diet ini, karena ginjal yang lemah mungkin tidak dapat membuang penumpukan asam dalam darah yang diakibatkan oleh banyaknya mengonsumsi makanan hewani. Terlebih lagi, diet rendah protein sering direkomendasikan bagi penderita CKD, sedangkan diet keto mengandung protein sedang hingga tinggi.
Kesimpulannya, diet keto memang bisa efektif untuk menurunkan berat badan, tapi penting untuk mempertimbangkan risiko dan memastikan kamu melakukannya dengan benar. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi sebelum memulai diet keto, terutama jika kamu memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Ingat, kesehatan adalah yang utama. Jangan sampai keinginan untuk menurunkan berat badan justru membahayakan kesehatanmu.