Jelantah, si minyak goreng bekas yang sering kita buang begitu saja, ternyata punya potensi besar lho! Matias Tumanggor, Ketua APJETI (Asosiasi Pengumpul Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia), menekankan pentingnya aturan yang jelas soal pengelolaan jelantah ini. Kenapa? Karena kalau dikelola dengan benar, jelantah bisa jadi sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Selama ini, banyak jelantah yang berakhir di selokan atau dibuang sembarangan. Padahal, selain mencemari lingkungan, jelantah yang dibuang sembarangan juga bisa disalahgunakan. Bayangkan kalau jelantah itu diolah lagi jadi minyak goreng yang dijual murah, kan bahaya banget buat kesehatan!
Nah, dengan adanya regulasi yang jelas, pengumpulan dan pengolahan jelantah bisa lebih terstruktur. Jadi, jelantah tidak hanya sekadar dibuang, tapi bisa diubah jadi sesuatu yang bermanfaat. Misalnya, jadi biodiesel, bahan bakar alternatif yang lebih bersih daripada bahan bakar fosil.
Kenapa Jelantah Harus Dikelola dengan Baik?
Pertanyaan bagus! Selain alasan lingkungan dan kesehatan yang sudah disebutkan di atas, pengelolaan jelantah yang baik juga bisa memberikan manfaat ekonomi. Bayangkan, kalau setiap rumah tangga mengumpulkan jelantahnya dan dijual ke pengumpul resmi, kan lumayan bisa dapat tambahan uang jajan. Selain itu, industri pengolahan jelantah juga bisa menciptakan lapangan kerja baru.
Regulasi yang diharapkan APJETI ini bukan cuma sekadar aturan di atas kertas. Tapi, regulasi yang benar-benar bisa diimplementasikan di lapangan. Misalnya, dengan memberikan insentif kepada pengumpul jelantah, memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang cara mengumpulkan jelantah yang benar, dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang menyalahgunakan jelantah.
Kita perlu regulasi yang komprehensif, dari hulu sampai hilir. Mulai dari pengumpulan jelantah di rumah tangga, pengangkutan, pengolahan, sampai pemasarannya, ujar Matias Tumanggor.
Jelantah Bisa Jadi Biodiesel? Serius?
Serius! Prosesnya memang tidak sesederhana menggoreng telur, tapi secara garis besar, jelantah bisa diolah menjadi biodiesel melalui proses yang disebut transesterifikasi. Proses ini melibatkan reaksi kimia antara jelantah dengan alkohol (biasanya metanol atau etanol) dengan bantuan katalis. Hasilnya adalah biodiesel dan gliserol (yang juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan).
Biodiesel yang dihasilkan dari jelantah ini bisa digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel konvensional. Keuntungannya, biodiesel lebih ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang lebih rendah. Selain itu, biodiesel juga bisa mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil yang semakin menipis.
Apa yang Bisa Kita Lakukan Sekarang?
Sambil menunggu regulasi yang diharapkan APJETI terwujud, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai konsumen. Pertama, jangan buang jelantah sembarangan! Kumpulkan jelantah dalam wadah tertutup dan simpan di tempat yang aman. Kedua, cari tahu apakah ada pengumpul jelantah di sekitar tempat tinggalmu. Kalau ada, jual jelantahmu ke mereka. Ketiga, dukung upaya-upaya untuk mendorong pengelolaan jelantah yang berkelanjutan.
Dengan pengelolaan jelantah yang baik, kita tidak hanya menjaga lingkungan dan kesehatan, tapi juga berkontribusi pada pengembangan energi terbarukan dan perekonomian yang lebih berkelanjutan. Jadi, jangan anggap remeh si minyak goreng bekas ini ya!
Berikut beberapa contoh pemanfaatan jelantah:
- Biodiesel: Bahan bakar alternatif untuk kendaraan bermotor.
- Sabun: Bahan baku pembuatan sabun cuci atau sabun mandi.
- Lilin: Bahan baku pembuatan lilin aromaterapi atau lilin penerangan.
- Pakan ternak: Campuran pakan ternak setelah melalui proses pengolahan tertentu.
Mari kita ubah pandangan kita tentang jelantah. Bukan lagi limbah yang menjijikkan, tapi sumber daya yang berharga!