Mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menyatakan siap memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi di tubuh Pertamina. Pemanggilan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) periode 2018-2023.
Kejagung menjadwalkan pemeriksaan Ahok pada Kamis, 13 Maret 2025. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, membenarkan rencana tersebut.
Kasus ini sendiri telah menyeret sembilan orang sebagai tersangka, yang terdiri dari enam pejabat anak perusahaan Pertamina dan tiga pihak swasta. Kerugian negara yang ditimbulkan akibat dugaan korupsi ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp193,7 triliun.
Bagaimana Modus Operandi Dugaan Korupsi Ini?
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan importasi minyak mentah RON 90 (Pertalite) yang kemudian dioplos menjadi RON 92 (Pertalite) dalam kurun waktu 2018-2023. Selain itu, ada dugaan markup atau penggelembungan harga kontrak pengiriman (shipping) yang disetujui oleh pihak-pihak terkait, sehingga Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee secara melawan hukum.
Qohar juga mengungkapkan bahwa ada praktik pencampuran (blending) produk kilang RON 88 dengan RON 92 untuk menghasilkan RON 92 yang kemudian dijual dengan harga RON 92. Selain itu, proses impor produk kilang yang seharusnya bisa dilakukan dengan metode term (pemilihan langsung jangka panjang) justru dilakukan dengan metode spot (penunjukan langsung harga saat itu), sehingga Pertamina Patra Niaga membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Qohar membantah klaim dari pihak Pertamina Patra Niaga yang menyatakan tidak melakukan pengoplosan Pertamax. Ia menegaskan bahwa penyelidikan Kejagung justru menemukan bukti sebaliknya.
Siapa Saja yang Terlibat dan Apa Peran Mereka?
Kejagung belum membeberkan secara detail asal muasal minyak mentah yang diimpor. Namun, mereka menegaskan bahwa penyidik bekerja berdasarkan alat bukti yang ada. Beberapa tersangka diduga berperan dalam menyetujui pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92, memerintahkan atau menyetujui blending produk kilang, serta melakukan pembayaran impor produk kilang dengan metode yang merugikan negara.
Berikut adalah beberapa komponen kerugian negara yang berhasil diidentifikasi:
- Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun
- Kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun
- Kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun
- Kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun
- Kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun
Apa Konsekuensi Hukum Bagi Para Tersangka?
Perbuatan para tersangka dinilai melanggar ketentuan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi dan ancaman hukumannya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan angka kerugian negara yang sangat besar. Masyarakat berharap agar Kejagung dapat mengusut tuntas kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan.
Pemeriksaan Ahok diharapkan dapat memberikan titik terang dalam mengungkap lebih jauh praktik korupsi yang terjadi di Pertamina dan memberikan keadilan bagi negara.