Pemerintah Bakal Evaluasi Total Tata Kelola Taman Nasional

Indonesia kembali menjadi sorotan terkait pengelolaan kawasan konservasi. Penemuan puluhan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan dan tata kelola yang buruk.

Pemerintah memang mengandalkan teknologi seperti satelit dan drone untuk memantau kawasan konservasi. Namun, tanpa kehadiran fisik petugas di lapangan, teknologi ini seolah hanya menjadi pajangan tanpa tindak lanjut yang berarti. Ladang ganja yang luasnya mencapai 50.276,3 hektar ini seharusnya menjadi lahan subur bagi keanekaragaman hayati, bukan bagi jaringan narkotika.

Kenapa Ladang Ganja Bisa Subur di Taman Nasional?

Keberadaan ladang ganja di taman nasional bukan hanya sekadar masalah pengawasan yang lemah. Ini adalah cerminan dari kegagalan struktural dalam tata kelola kawasan konservasi di Indonesia. Status taman nasional seharusnya menjamin pengelolaan yang ketat, namun kenyataannya, hal ini tidak terjadi.

Laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2023 menyoroti lemahnya sinergi antarlembaga sebagai penyebab utama banyaknya kasus kejahatan lingkungan yang tidak tertangani dengan baik. Taman nasional dikelola oleh Kementerian Kehutanan, sementara penindakan narkotika berada di bawah kewenangan BNN dan kepolisian. Struktur birokrasi yang rumit ini menghambat respons cepat terhadap ancaman lingkungan yang terus berkembang.

Pengambilan keputusan menjadi lambat karena laporan dari petugas lapangan harus melewati birokrasi panjang, mulai dari kepala balai, direktur, dirjen, hingga ke tingkat menteri. Akibatnya, banyak titik rawan tidak diawasi selama berbulan-bulan, memberikan kesempatan bagi kelompok kriminal untuk beroperasi tanpa hambatan. Tanaman ganja membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk tumbuh sebelum panen, yang berarti aktivitas ilegal ini telah berlangsung lama tanpa terdeteksi.

Bagaimana Negara Lain Mengelola Taman Nasional?

Mari kita bandingkan dengan Amerika Serikat. Di sana, taman nasional dikelola oleh National Park Service (NPS), sebuah badan independen di bawah Departemen Dalam Negeri. NPS memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan, penegakan hukum, dan pengamanan kawasan. Setiap taman nasional memiliki ranger dengan otoritas penuh untuk menindak pelanggaran, tanpa harus menunggu instruksi dari pejabat pusat.

Di Indonesia, petugas di lapangan masih harus menunggu keputusan dari kementerian. Tidak seperti ranger di AS yang memiliki otoritas penuh, petugas di Indonesia masih harus menunggu arahan dari pusat. Tidak ada lagi kasus di mana pelanggar tertangkap basah tetapi petugas hanya bisa menunggu arahan dari pusat.

Sudah Saatnya Indonesia Punya Badan Taman Nasional Independen?

Dalih klasik pemerintah setiap kali skandal seperti ini terungkap adalah kekurangan sumber daya, wilayah terlalu luas, atau akan meningkatkan patroli. Namun, solusi jangka panjang yang lebih efektif perlu dipertimbangkan.

Sudah saatnya Indonesia mempertimbangkan pembentukan Badan Taman Nasional yang independen, sejajar dengan BNN, BNPT, BNPB, BMKG, dan BRIN. Dengan badan independen ini, petugas di lapangan akan memiliki otoritas lebih besar dalam menindak pelanggaran. Selain itu, koordinasi dengan lembaga lain seperti BNN dan kepolisian bisa lebih efektif, sehingga kasus seperti ladang ganja di taman nasional bisa ditangani dengan lebih baik.

Jika taman nasional tidak lagi berada di bawah kementerian, pengelolaannya bisa lebih profesional dan tidak terseret kepentingan politik serta ekonomi. Yang lebih penting, konservasi akan lebih terlindungi dari kepentingan ekonomi dan eksploitasi sumber daya alam, yang sering kali berseberangan dengan misi perlindungan lingkungan.

Dengan sistem yang ada saat ini, laporan yang dibuat sering hanya bersifat administratif tanpa mencerminkan kondisi riil. Sebaliknya, di Indonesia, pengawasan taman nasional masih bergantung pada teknologi yang tidak dibarengi dengan patroli lapangan yang efektif.

Indonesia harus memilih. Apakah kita akan terus membiarkan taman nasional menjadi lahan subur bagi kejahatan lingkungan, atau berani melakukan perubahan struktural untuk melindungi keanekaragaman hayati yang tak ternilai harganya?

More From Author

Jadwal Liga Champions 9-10 April 2025: Perempat Final Dimulai!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *