Kasus tragis pembunuhan ayah dan nenek yang dilakukan oleh seorang remaja bernama MAS di Jakarta Selatan terus bergulir. Kuasa hukum MAS, Maruf Bajammal, mengambil langkah hukum dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Langkah ini diambil karena pihak kuasa hukum merasa ada kejanggalan dalam proses hukum yang berjalan.
Maruf menjelaskan bahwa selain praperadilan, pihaknya juga telah mengirimkan surat kepada Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPA) dan Kapolres Metro Jakarta Selatan. Tujuannya adalah untuk memastikan MAS mendapatkan perawatan medis yang layak selama proses hukum berlangsung. Menurutnya, MAS telah menjalani pemeriksaan forensik yang melibatkan psikolog forensik dari APSIFOR dan psikiater forensik dari RS Polri yang bekerja sama dengan RSCM.
Hasil pemeriksaan forensik menunjukkan bahwa MAS terindikasi memiliki disabilitas mental. Hal ini menjadi dasar bagi kuasa hukum untuk mengambil langkah-langkah persuasif, termasuk berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Maruf menyayangkan bahwa selama lebih dari lima bulan proses hukum berjalan, MAS belum mendapatkan perawatan yang memadai.
Kenapa Kuasa Hukum Mengajukan Praperadilan?
Praperadilan diajukan karena kuasa hukum merasa ada ketidakpastian hukum dalam kasus ini. MAS, yang masih di bawah umur, telah menjalani proses hukum tanpa kejelasan status dan tanpa mendapatkan perawatan yang seharusnya. Kuasa hukum berharap melalui praperadilan, hak-hak MAS sebagai anak yang berhadapan dengan hukum dapat terpenuhi.
Polres Metro Jakarta Selatan sendiri telah melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan menetapkan MAS sebagai tersangka. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Gogo Galesung, menjelaskan bahwa MAS mengaku mendengar bisikan-bisikan yang membuatnya resah sehingga melakukan tindakan tersebut. Polisi juga menggandeng APSIFOR untuk mendalami motif di balik tindakan tragis ini.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menanggapi kasus ini dengan menekankan pentingnya pola pengasuhan positif bagi anak. Ia juga mengingatkan tentang pengaruh besar media sosial terhadap tumbuh kembang anak. Menurutnya, kasus ini harus menjadi introspeksi bagi para orang tua dan calon orang tua.
Apa Peran APSIFOR dalam Kasus Ini?
APSIFOR (Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia) dilibatkan untuk melakukan pendalaman terhadap kondisi psikologis MAS. Pemeriksaan psikologis ini penting untuk memahami motif di balik tindakan MAS dan untuk menentukan apakah MAS memiliki gangguan mental yang memengaruhi perilakunya. Hasil pemeriksaan APSIFOR akan menjadi pertimbangan penting dalam proses hukum selanjutnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan seorang remaja yang melakukan tindakan kriminal yang sangat serius. Banyak pihak yang menyoroti pentingnya perlindungan anak dan penanganan yang tepat bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Kasus MAS menjadi pengingat bahwa anak-anak membutuhkan perhatian, kasih sayang, dan bimbingan yang tepat agar tidak terjerumus ke dalam masalah.
Bagaimana Kondisi MAS Saat Ini?
Menurut kuasa hukumnya, MAS saat ini ditahan di ruang penyimpanan berkas Kepolisian Metro Jakarta Selatan. Selama masa penahanan, MAS hanya ditemani oleh dokumen-dokumen dan doa dari orang tuanya. Kuasa hukum menyayangkan bahwa MAS belum mendapatkan perawatan yang memadai, padahal hasil pemeriksaan forensik menunjukkan adanya indikasi disabilitas mental.
Kasus ini masih terus berjalan dan diharapkan dapat menemukan titik terang. Pihak kuasa hukum akan terus berupaya untuk memperjuangkan hak-hak MAS dan memastikan bahwa MAS mendapatkan perawatan yang layak selama proses hukum berlangsung. Masyarakat juga berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya perlindungan anak dan penanganan yang tepat bagi anak-anak yang bermasalah.