Situasi mencekam melanda Suriah, tepatnya di wilayah pesisir, setelah serangkaian kekerasan yang memakan banyak korban jiwa. Warga sipil menjadi korban utama dalam kerusuhan yang berujung pada pembantaian ini. Kisah-kisah pilu tentang keluarga yang dibantai di rumah mereka sendiri, penjarahan, dan ketakutan yang melanda masyarakat menjadi gambaran suram dari konflik yang terjadi.
Menurut laporan, kekerasan ini dipicu oleh penangkapan seorang tersangka di sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah Alawi. Hal ini memicu kebencian sektarian, terutama terhadap minoritas Alawi yang dikaitkan dengan kejahatan perang. Situasi diperparah dengan adanya laporan bahwa beberapa warga sipil bersenjata bergabung dengan faksi-faksi yang bertikai, menambah kompleksitas dan brutalitas konflik.
Seorang warga bernama Ayman Fares, yang baru saja dibebaskan dari penjara, menceritakan pengalamannya saat menyaksikan pembantaian. Ia bahkan sempat mengenali beberapa orang asing di antara pelaku kekerasan. Fares dan warga lainnya juga menjadi korban penjarahan, meskipun ia sempat mengkritik pemerintahan sebelumnya di media sosial.
Mengapa Kekerasan Sektarian Kembali Meningkat di Suriah?
Kekerasan ini menjadi tantangan besar bagi pemerintahan baru Suriah. Presiden Ahmed al-Sharaa berjanji akan menuntut pertanggungjawaban dari semua pihak yang terlibat dalam aksi kekerasan terhadap warga sipil. Ia juga menekankan pentingnya menjaga persatuan nasional dan perdamaian sipil. Namun, janji ini diuji dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan eskalasi konflik dan polarisasi masyarakat.
Beberapa pihak menyalahkan Presiden al-Sharaa atas situasi ini, terutama karena keputusannya membubarkan lembaga keamanan, tentara, dan polisi tanpa strategi yang jelas untuk menangani ribuan petugas dan personel yang menjadi pengangguran. Hal ini menciptakan kekosongan kekuasaan dan membuka peluang bagi kelompok-kelompok bersenjata untuk beraksi.
Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa ratusan warga sipil tewas dalam eksekusi yang dilakukan oleh personel keamanan atau pejuang pro-pemerintah, disertai dengan penjarahan rumah dan properti. Kepala HAM PBB, Volker Turk, menyerukan agar pembunuhan ini segera dihentikan.
Bagaimana Nasib Warga Sipil yang Terdampak Konflik?
Ribuan warga Alawi mengungsi akibat pembantaian ini dan mencari perlindungan di pangkalan udara militer Hmeimim milik Rusia. Mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, kekurangan makanan, peralatan medis, dan kebutuhan pokok lainnya. Beberapa keluarga bahkan bersembunyi di area pegunungan untuk menghindari kekerasan.
Wali Kota Jableh, Amjad Sultan, berusaha membujuk warga untuk kembali ke rumah mereka, dengan jaminan bahwa situasi sudah aman dan pasukan keamanan telah dikerahkan. Namun, banyak warga yang menolak pulang karena takut akan aksi kekerasan lebih lanjut dan beberapa rumah mereka telah hancur.
Ali, seorang warga Banias, menceritakan bagaimana ia dan keluarganya diselamatkan oleh tetangga mereka yang menganut Sunni. Ia juga menyaksikan perempuan dan anak-anak berlumuran darah. Kisah ini menunjukkan bahwa di tengah konflik, masih ada harapan dan solidaritas antar warga.
Apa Peran Aktor Internasional dalam Konflik di Suriah?
Liga Arab, PBB, Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara lainnya mengecam tindak kekerasan yang terjadi di Suriah. Namun, kecaman ini belum cukup untuk menghentikan pertumpahan darah dan mengatasi akar masalah konflik.
Rusia, yang telah menjadi sekutu Assad selama bertahun-tahun, berusaha menjalin kontak dengan pemerintah baru di Damaskus dengan harapan dapat mempertahankan kendali atas pangkalan militernya di Hmeimim dan Tartus. Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan geopolitik dan strategis juga memainkan peran penting dalam konflik di Suriah.
Ghiath Dallah, seorang mantan brigadir jenderal di tentara Assad, telah mengumumkan pemberontakan baru terhadap pemerintah saat ini. Ia menuduh pemerintahan baru gagal melindungi warga sipil dan menegaskan bahwa sisa-sisa rezim sebelumnya tidak memiliki pilihan lain selain menyerahkan diri. Hal ini menambah kompleksitas konflik dan menunjukkan bahwa perpecahan internal masih menjadi masalah besar di Suriah.
Situasi di Suriah masih sangat rentan dan membutuhkan solusi komprehensif yang melibatkan semua pihak terkait. Upaya dialog, rekonsiliasi, dan pembangunan kembali harus menjadi prioritas utama untuk mengakhiri kekerasan dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi rakyat Suriah.